Kamis, 22 Februari 2024

LAYANAN KONSELING KRISIS: MENGATASI MASALAH TRAUMATIK SISWA YANG MENJADI KORBAN BULLYING

LAYANAN KONSELING KRISIS: MENGATASI MASALAH TRAUMATIK SISWA YANG MENJADI KORBAN BULLYING

 

Cicilia Any Tyastuti

SMP Santo Bernardus Madiun, Indonesia

Email:

 

Abstrak

Kasus bullying tidak dapat dianggap sebagai permasalahan yang sepele. Masih banyak kasus bullying yang terjadi pada siswa di Indonesia. Kejadian-kejadian bullying tersebut dapat menimbulkan kondisi krisis pada siswa. Adanya layanan bimbingan dan konseling di sekolah dapat memudahkan siswa untuk mengatasi atau melewati kondisi krisis tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji layanan konseling krisis untuk membantu siswa yang menjadi korban bullying. Metode yang digunakan yaitu berupa kajian literatur. Dimana penulis mengkaji data-data yang ditemukan dari karya penulis lain. Konseling krisis merupakan sebuah pendekatan dalam memberikan bantuan oleh seorang profesional terhadap individu yang mengalami kondisi krisis dalam dirinya. Terdapat berbagai variasi pendekatan dapat digunakan dalam pelaksanaan konseling krisis dapat misalnya pendekatan realita, pendekatan perilaku (behavioral), pendekatan SFBC, pendekatan Person Centered, pendekatan Kognitif, dan sebagainya. Konseling krisis juga memiliki beberapa tahapan yaitu tahap awal, tahap transisi, tahap kerja, dan tahap terminasi. Penerapan konseling krisis tersebut sangat bermanfaat bagi siswa, dimana siswa berhasil melewati kondisi krisisnya sehingga tidak menimbulkan trauma yang mendalam.

 

Kata Kunci: Konseling Krisis, Siswa, Bullying, Traumatik

 

 

CRISIS COUNSELING SERVICES: OVERCOMING TRAUMATIC PROBLEMS OF STUDENTS WHO ARE VICTIMS OF BULLYING

 

Abstract


Cases of bullying cannot be considered as a trivial problem. There are still many cases of bullying that occur to students in Indonesia. These bullying incidents can lead to crisis conditions in students. The existence of guidance and counseling services in schools can make it easier for students to overcome or get through this crisis. Therefore the authors are interested in studying crisis counseling services to help students who are victims of bullying. The method used is a literature review. Where the author examines the data found from the work of other authors. Crisis counseling is an approach in providing professional assistance to individuals who are experiencing a crisis within themselves. There are various approaches that can be used in the implementation of crisis counseling, for example the reality approach, behavioral approach, SFBC approach, person centered approach, cognitive approach, and so on. Crisis counseling also has several stages, namely the initial stage, the transition stage, the working stage, and the termination stage. The application of crisis counseling is very beneficial for students, where students succeed in going through their crisis conditions so that they do not cause deep trauma.

 

Keyword: Crisis Counseling, Student, Bulllying, Traumatic

 

 


PENDAHULUAN

Kasus bullying tidak dapat dianggap sebagai permasalahan yang sepele. Di Indonesia, masih banyak terjadi kasus bullying yang tidak disadari keberadaannya. Bahkan kasus bullying ini banyak terjadi di lembaga pendidikan seperti sekolah, mulai dari SD hingga SMA. Artinya kasus bullying ini tidak hanya terjadi pada siswa remaja saja, tetapi juga pada anak-anak yang masih berada di sekolah dasar. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa untuk belajar dapat menjadi tempat yang tidak menyenangkan. Karena pada dasarnya di sekolah siswa tidak hanya belajar materi maupun teori, tetapi juga siswa belajar bagaimana menjalin interaksi dan komunikasi yang baik dengan orang lain. Dimana, karakter siswa dibentuk menjadi lebih baik agar tercipta siswa yang memiliki moral, toleransi, dan sopan santun yang baik.

Faktanya, masih terdapat sejumlah siswa yang melakukan pembullyan. Bahkan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mencatat bahwa kasus bullying di Indonesia semakin meningkat kira-kira 30-60 kasus per tahun. Dari banyaknya kasus bullying tersebut, Indonesia menempati posisi kelima (chatnews.id, 22 November 2022). Tentu hal ini berarti bahwa kejadian ini sangat memprihatinkan. Tidak hanya itu, PISA (Programee for International Students Assessment) mencatat data bahwa anak dan remaja di Indonesia mendapat perlakuan intimidasi (15%), pengucilan (19%),

penghinaan (22%), pengancaman (14%), perlakuan mendorong hingga pemukulan (18%), dan penggibahan berita buruk (20%). Perlakuan-perlakuan tersebut sangat tidak pantas dilakukan oleh anak-anak maupun remaja. Banyak dampak negatif yang terjadi apabila perlakuan tersebut dilakukan secara terus-menerus.

Pada tahun 2022 kasus pembullyan terjadi pada siswa SD di Malang sampai tak sadarkan diri hingga koma (chatnews.id, 24 November 2022). Tidak hanya di SD, terdapat juga siswa SMP di Bandung yang mengalami pembulyan sampai pingsan (detik.com, 19 November 2022). Kejadian-kejadian bullying tersebut tentunya tidak hanya berdampak pada fisik korban saja, tetapi juga pada psikis korban. Korban cenderung akan mengalami stress, depresi, traumatik, bahkan bunuh  diri.


Sebagaimana kasus bullying yang menimpa siswi SMA di Riau yang berujung bunuh diri karena sering diejek dengan sebutan “anak orang gila” oleh teman-temannya (news.detik.com, 1 Agustus 2017). Masih banyak dampak-dampak yang begitu mengkhawatirkan dari kasus bullying ini bagi anak maupun remaja.

Kejadian-kejadian bullying tersebut dapat menimbulkan kondisi krisis pada siswa. Dalam tahap perkembangannya, kondisi krisis ini dapat menganggu ataupun menghambat aktivitas yang ingin dilakukan oleh siswa apabila tidak ditangani dengan baik. Kondisi krisis ini dapat menghasilkan dampak negatif maupun positif, tergantung dari cara menghadapinya. Menurut Fauziah et al. (2017) kondisi krisis ini dapat diibaratkan sebagai bumerang, dimana jika kondisi krisis dialami oleh siswa yang memiliki sikap tangguh dan berani menghadapi tantangan maka kondisi krisis nya dapat menjadikan siswa tersebut lebih tangguh lagi. Namun, hal itu dapat berlaku sebaliknya jika kondisi krisis dialami oleh siswa yang belum siap menerima tantangan dan tidak mampu melewati masa krisisnya dengan baik maka kondisi krisis tersebut dapat memperburuk keadaannya. Oleh karena itu, peran orang yang lebih dewasa diperlukan untuk membantu siswa melewati masa krisisnya.

Adanya layanan bimbingan dan konseling di sekolah dapat memudahkan siswa untuk mengatasi dan melewati kondisi krisis tersebut. Intervensi yang tepat untuk mengatasi kondisi krisis yaitu dengan menerapkan konseling krisis. Layanan konseling krisis ini dapat bermanfaat dalam proses penyembuhan seperti pada masalah bullying. Oleh sebab itu Guru BK memiliki peran penting dalam pelaksanaan layanan konseling krisis ini. Sejalan dengan hal tersebut Rahayu (2017) dalam kajiannya menyebutkan bahwa masalah traumatik seperti bullying, kekerasan seksual, dan perceraian orang tua yang terjadi pada anak dan remaja dapat ditangani melalui pendekatan konseling krisis. Zuleyka et al. (2021) juga mengkaji tahapan penanganan masalah traumatik yang terjadi akibat bullying melalui konseling krisis dengan menggunakan konseling realitas. Dengan demikian, kajian mengenai konseling krisis untuk korban bullying ini menarik untuk dibahas.


METODOLOGI

Metode yang digunakan yaitu berupa kajian literatur. Dimana dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan mencari literatur dari jurnal-jurnal yang sudah diterbitkan oleh penulis lain. Sumber data didapat dengan memanfaatkan e-book, buku, artikel online, maupun jurnal online. Penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif, dimana data-data yang sudah diperoleh akan dikumpulkan dan dikaji. Setelah itu, data-data akan disusun secara sistematis serta memberikan kesimpulan dari hasil analisis yang sudah dilakukan.


 

HASIL DAN PEMBAHASAN


1.  Hasil


Permasalahan bullying memang tidak boleh dibiarkan begitu saja. Dalam hal ini, guru BK berperan penting untuk mengatasi masalah krisis seperti bullying. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Helmuth Y. Bunu yang membahas tentang pelaksanaan konseling kriris untuk menangani bullying yang dilakukan oleh guru BK di SMPN 8 Kota Palang Karaya (Bunu, 2020).

Dalam penelitiannya, Bunu (2020) menyebutkan bahwa terdapat perilaku seperti kurang percaya diri, kehilangan jati diri, perasaan bersalah, frustasi, rendahnya prestasi, dan kesuraman sebagai dampak dari bullying yang dialami oleh siswa. Untuk itu, guru BK di SMPN 8 Kota Palang Karaya menerapkan konseling krisis sebagai salah satu intervensi untuk mengatasi dampak dari bullying tersebut. Dalam melaksanakan konseling krisis ini terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu: 1) Perencanaan; 2) Penentuan tema dan tujuan; 3) Menyusun program; 4) Identifikasi masalah; 5) Membuat diagnosis; 6) Prognosis; dan 7) Tahap pengobatan sebagai layanan yang diberikan.

Disebutkan juga bahwa terdapat langkah lain yang digunakan dalam memberikan layanan konseling krisis yaitu: 1) Mengamati gejala umum siswa yang menjadi korban bullying; 2) Proses pengobatan yang sesuai dengan asesmen; 3) Memantau penguatan yang telah diberikan; 4) Kegiatan evaluasi komitmen. Langkah-langkah ini dapat digunakan agar layanan konseling krisis dapat dilaksanakan secara optimal. Meskipun terdapat beberapa macam langkah dalam melaksanakan konseling krisis, tetapi tujuan


akhirnya tetap sama yaitu untuk membantu siswa yang mengalami bullying.

Selain melakukan layanan konseling krisis, juga terdapat kegiatan sosialisasi krisis yang diberikan kepada siswa sebagai tindak lanjut atas layanan konseling yang dilakukan. Dimana, dalam memberikan sosialisasi juga terdapat tahapan yang harus diperhatikan agar tujuan sosialisasi dapat tercapai. Terdapat empat tahapan dalam melakukan sosialisasi yaitu: 1) Tahap awal; 2) Tahap Transisi; 3) Tahap pemberian bantuan; dan 4) Tahap akhir. Bunu             (2020)     juga    menyebutkan beberapa tindakan bullying yang dilakukan oleh siswa diantaranya pembullyan secara fisik (push up/lari, dipukul,                        dijegal,             ditampar, dilempar dengan barang, diludahi, dan dibajak) dan                  pembullyan        secara       psikologis (difitnah/digosipkan,                  dihina,            dipermalukan, dituduh, diancam, dan diteriaki). Upaya yang dilakukan dalam mengatasi tindakan tersebut yaitu dengan menerapkan konseling krisis model ABC. Konseling krisis model ABC ini dapat diterapkan dengan beberapa langkah yaitu:       1)            Model     A,     dimana   guru BK membangun hubungan baik dengan siswa; 2) Model B, dimana guru BK mengidentifikasi pemicu masalah ; 3) Model C, dimana guru BK

menentukan solusi pemcahan masalah.

Berdasarkan kajian diatas, disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Helmuth

Y. Bunu membuktikan bahwa konseling krisis sudah diterapkan di lapangan sesuai dengan standar tahapan-tahapan untuk mengatasi kondisi krisis pada siswa yang menjadi korban bullying. Penerapan konseling krisis tersebut sangat bermanfaat bagi siswa, dimana siswa berhasil melewati kondisi krisisnya sehingga tidak menimbulkan trauma yang mendalam.


2.  Pembahasan


a.  Kondisi Krisis


Definisi krisis yaitu kejadian langsung dan tidak terduga yang dialami oleh individu yang dapat memberikan beban untuk mengatasinya (Duffey & Haberstroh, 2020). Menurut Wiger, dkk (2003) krisis merupakan suatu kondisi di mana individu mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup. Dapat disimpulkan bahwa kondisi krisis merupakan suatu kondisi dimana individu secara langsung dan tak terduga dihadapkan pada masalah berat yang dapat menghambat tercapainya tujuan hidup.

Kondisi krisis ini dapat menimbulkan individu memiliki perasaan yang tidak aman


seperti merasa sedih, takut, bahkan merasa hancur. Kondisi krisis juga dapat menghambat aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari oleh individu. Contoh dari kondisi krisis ini sendiri yaitu perceraian, bencana alam, kematian orang yang dekat, pemerkosaan, pembullyan, perampokan, pemutusan hubungan kerja, tidak lulus ujian, diagnosis medis yang mengancam, putus hubungan dengan orang yang dicintai, kebakaran, perampokan, dan sebagainya (Winkel & Hastuti, 2006). Adapun lebih jelasnya, Baldwin (dalam Sandoval: 2002) memaparkan bahwa terdapat enam klasifikasi krisis.

1)     Dispositional Crises, yaitu krisis yang berkaitan dengan rasa percaya diri, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Krisis ini dapat diatasi dengan memberikan informasi mengenai hal tersebut.

2)    Anticipated Life Transitions, yaitu krisis yang dapat terjadi pada peralihan kehidupan individu seperti awal masuk sekolah, kehamilan, lahirnya saudara baru, pindah kelas, pindah sekolah, dan sebagainya. Krisis ini dapat diatasi atau dicegah dengan pemberian informasi terkait perbedaan yang akan dialami pada masa peralihan.

3)  Traumatic Stress, yaitu krisis yang berkaitan dengan stress ekstrenal yang memicu emosi seperti adanya ancaman kematian, bencana alam, penyakit parah, perang, kekerasan, dan sebagainya.

4)    Maturational-Developmental Crises, yaitu krisis yang berkaitan dengan kondisi antar pribadi, urusan yang belum selesai dan usaha untuk mencapai kematangan emosi.

5)     Crises Reflecting Psychopatology, yaitu krisis yang berkaitan dengan psikopatologi atau penyakit mental. Dimana peran guru BK yaitu mencegah terjadinya penyesuaian yang buruk dengan menjaga akademis siswa.

6)   Psychiatric Emergencies, yaitu krisis yang biasanya sudah menghambat fungsi umum individu, sehingga individu kurang memiliki tanggung jawab pribadi. Kondisi krisis dapat diatasi dengan berbagai cara, sesuai dengan kekuatan masing-masing individu.


b.  Trauma


Menurut Substance Abuse and Mental Health Services Administration [SAMHSA] (2014) (dalam Duffey & Haberstroh, 2020) trauma merupakan kondisi yang melibatkan respons emosional, mental, dan fisik terhadap pengalaman atau serangkaian kejadian yang sangat negatif di mana individu tersebut merasa


mengalami kerugian psikologis, fisik, atau emosional yang serius. Sedangkan Strauser, dkk (2006) (dalam Rahayu, 2017) memaparkan bahwa trauma yaitu kejadian-kejadian dimana individu terlibat kejadian yang memungkinkan dirinya terluka sehingga muncul perasaan putus asa. Dapat disimpulkan bahwa trauma adalah keadaan individu yang berkaitan dengan kejadian yang dapat mempengaruhi emosi, mental, dan fisik.

Pengalaman atau kejadian yang menimbulkan trauma misalnya seperti pelecehan, penyerangan seksual, kekerasan, penelantaran, bencana alam ataupun buatan, kehilangan orang yang dicintai, terorisme, dan perang. Pengalaman atau kejadian trauma ini memang mirip dengan kondisi krisis. Namun perlu diketahui bahwa meskipun individu mengalami kondisi krisis semacam itu (misalnya kekerasan, bencana, kehilangan orang yang dicintai, dsb), belum tentu individu tersebut mengalami trauma. Tetapi individu yang mengalami trauma sudah pasti mengalami kondisi krisis. Dapat dikatakan bahwa trauma merupakan kondisi krisis yang berkepanjangan dan memiliki respon yang seringkali berlebihan terhadap kondisi krisis.

Individu yang mengalami trauma mungkin terus mengalami kilas balik, seperti mimpi buruk; masalah fisik, emosional, spiritual, dan sosial; pola kecemasan akut, depresi, dan stres pasca trauma; pola perilaku, tidur, dan makan yang kurang baik (Duffey & Haberstroh, 2020).


c.  Bullying


Dalam bahasa Indonesia, bullying memiliki arti yaitu perundungan. Dalam KBBI sendiri perundungan merupakan perbuatan merundung dimana seseorang mengintimidasi individu lain yang dianggap lemah dan biasanya juga memaksa untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh pelaku. Menurut Olweus (1999) (dalam Darmayanti, et.al., 2019) bullying merupakan masalah psikososial yang dilakukan oleh individu yang merasa memiliki kekuatan dengan menghina dan merendahkan individu lain yang dianggap lemah dan dilakukan secara berulang-ulang.

Dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan tindakan negatif yang dilakukan berulangkali dengan mengintimidasi dan merendahkan individu lain yang dianggap lemah. Apabila perilaku bullying tidak segera diberikan tindak lanjut, maka akan memberikan dampak buruk pada korban bullying. Jika


dikaitkan pada kondisi krisis, korban bullying akan mengalami kondisi krisis. Apabila kondisi krisis ini tidak mendapatkan atensi dari pihak lain, maka korban dapat mengalami stress, depresi, kecemasan yang berlebihan, gangguan mental, bahkan trauma. Berikut ini dampak yang ditimbulkan dari perbuatan bullying yang dikemukakan oleh Santoso (2018).

1)        Kesulitan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitaritas

2)   Tidak mau bersekolah karena merasa takut sehingga sering membolos dan tidak mengikuti mata pelajaran

4)     Mengalami kesulitan untuk fokus dan konsentrasi

5)      Mengalami gangguan pada fisik dan psikisnya

Kegiatan bullying tidak hanya terbatas pada perilaku yang Nampak secara fisik saja, tetapi juga bisa dilakukan secara non fisik yang berakibat pada psikis korban. Santoso (2018) mengelompokkan kegiatan bullying dalam 5 bagian, diantaranya:

1)  Kontak verbal langsung, misalnya mengejek, menghina, mengintimidasi, merendahkan, mengintimidasi, dan sarkasme.

2)      Perilaku nonverbal langsung, misalnya menampilkan ekspresi yang mengejek, menjulurkan lidah, melihat dengan pandangan sinis, yang biasanya diikuti dengan melakukan kekerasan secara fisik ataupun verbal.

3)  Perilaku nonverbal tidak langsung, misalnya dengan sengaja menjauhi dan mendiamkan, memanipulasi,          mengabaikan,          atau mengucilkan.

4)      Pelecehan seksual, seperti melakukan tindakan yang mengganggu fungsi reproduksi orang lain, melecehkan tubuh orang lain, dan sebagainya. Terkadang dapat dikategorikan dalam perilaku agresi fisik atau verbal.

5)  Cyberbullying, yakni tindakan bullying yang dilakukan di dunia maya melalui platform digital seperti sosial media.

Kegiatan-kegiatan bullying tersebut tentunya banyak dialami oleh siswa yang masih anak-anak maupun remaja. Apalagi dengan adanya kecanggihan teknologi - seperti gadget

- yang tidak digunakan dengan semestinya dapat menjadi sarana tindakan pembullyan secara tidak langsung. Pelaku dapat membully korban di dunia maya seperti sosial media dengan mengejek, mengancam, menghina, ataupun mengintimidasi. Kegiatan seperti itu biasa disebut dengan Cyberbullying yang juga dapat   berdampak   pada   psikologis   siswa.


Apabila kegiatan-kegiatan bullying tersebut tidak segera ditindak lanjuti, maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak traumatis yang berkepanjangan yang dapat mengganggu kehidupan korban bullying.


d.  Konseling Krisis


Menurut Kusmaryani et al. (2012), konseling krisis merupakan proses bantuan yang dilakukan oleh seorang profesional terhadap individu yang mengalami keadaan krisis sehingga berpengaruh negatif terhadap kemampuan individu untuk berfikir, merencanakan, dan mengatasi masalah secara efektif. Menurut. Gladding (2012) (dalam Fauziah et al., 2017) konseling krisis merupakan penggunaan variasi pendekatan yang berfokus pada tindakan untuk membantu individu menghadapi krisis secara eksternal. Jadi, konseling krisis merupakan sebuah pendekatan dalam memberikan bantuan oleh seorang profesional terhadap individu yang mengalami kondisi krisis dalam dirinya.

Menurut Muro dan Kottman (1995) (dalam Kusmaryani et al., 2012) konseling krisis bertujuan untuk membantu individu yang mengalami krisis agar dapat meningkatkan poteni atau kemampuannya sehingga memiliki pandangan yang positif dan dapat mengatasi permasalahannya. Menurut Gladding (2012) (dalam Rahayu, 2017) tujuan konseling krisis yaitu memberikan bantuan mendesak kepada orang-orang yang membutuhkan, termasuk bantuan psikologis, keuangan, dan hukum.

Berbagai variasi pendekatan dapat digunakan dalam pelaksanaan konseling krisis dapat misalnya pendekatan realita, pendekatan perilaku (behavioral), pendekatan SFBC, pendekatan person centered, pendekatan kognitif, dan sebagainya. Akan tetapi, perbedaan konseling krisis dengan konseling pada umumnya yaitu konseling krisis dilakukan dalam waktu singkat dan segera dilakukan saat itu (kondisi krisis) (Fauziah et al., 2017).

Guru BK memiliki peran penting dalam keberhasilan konseling krisis ini. Menurut (Rahayu, 2017) guru BK yang menangani masalah krisis ini harus memiliki kepribadian yang matang dan sudah memiliki banyak pengalaman dalam menjalani kehidupan. Karena, guru BK harus bisa memiliki kontrol emosi yang baik, tenang, dan juga terarah dalam menghadapi individu yang berada dalam kondisi krisis. Untuk itu, terdapat beberapa keterampilan yang perlu BK kuasai


yaitu: 1) Membentuk hubungan yang baik dengan konseli yang sedang dalam keadaan krisis; 2) Mengidentifikasi masalah krisis dengan baik; 3) Cara menangani masalah krisis tersebut (Kusmaryani et al., 2012).

Dalam melaksanakan layanan konseling krisis, terdapat beberapa tahapan yang perlu diperhatikan (Gladding dalam Amriana, 2014):

1)  Tahap Awal

Tahap awal pada sesi konseling dilakukan saat konseli pertama kali bertemu dengan konselor hingga konselor dapat mengidentifikasi dan menemukan pokok permasalahan konseli. Dalam tahap ini konselor dapat membangun hubungan baik dengan konseli agar konseli nyaman dan dapat menceritakan permasalahannya secara terbuka. Disini konselor juga memberitahukan kepada konseli apa pokok permasalahan yang dialami oleh konseli dengan jelas.

2)  Tahap Transisi

Setelah melakukan tahap awal, selanjutnya konselor beralih pada tahap transisi. Dimana dalam tahap transisi ini konselor dapat lebih mempererat hubungan dengan konseli sehingga konselor dapat menganalisis lebih dalam terkait permasalahan yang dialami oleh konseli. Selanjutnya konselor dapat merancang intervensi yang sesuai dengan permasalahan konseli. Selain itu, konselor juga dapat membentuk kontrak dengan konseli baik kontrak waktu, tugas, maupun kerjasama.

3)  Tahap Kerja

Tahap ini merupakan tahap pokok dari sesi konseling. Dalam tahap ini digunakan metode- metode pendekatan yang cocok untuk mengatasi permasalahan konseli. Misalnya tahapan pendekatan konseling realitas yang biasa disebut WDEP ataupun tahapan pendekatan CBT dengan model ABC. Jadi, pada tahap kerja ini disesuaikan dengan tahapan pendekatan yang akan dipakai dalam konseling krisis.

4)  Tahap Terminasi (Tahap Pengakhiran) Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan konselor dalam tahap akhir, diantaranya: a) menyusun kesimpulan hasil konseling bersama konseli; b) menyusun pertemuan dan rencana tindak lanjut dari konseling yang sudah dilakukan ; c) melakukan evaluasi proses dan hasil konseling ; e) tahap  ini diikuti dengan menurunnya tingkat kecemasan pada konseli dan konseli mendapat sudut pandang atau


pengetahuan baru dari permasalahan yang dimiliki.

 

KESIMPULAN

Kasus bullying tidak dapat dianggap sebagai kasus sepele yang hanya terbatas pada candaan atau ejekan semata. Kasus bullying ini dapat menjadikan korban berada pada kondisi krisis, dimana jika kondisi krisis ini tidak segera ditangani maka akan menimbulkan trauma pada korban. Terdapat beberapa pengelompokan dalam tindakan bullying, yaitu bullying dengan kontak verbal langsung, perilaku nonverbal langsung, perilaku nonverbal tidak langsung, pelecehan seksual, dan cyberbullying. Tindakan bullying tentunya dapat menimbulkan dampak negatif pada korban. Seperti yang disebutkan oleh Bunu (2020) bahwa bullying dapat memberikan dampak seperti kurang percaya diri, kehilangan jati diri, perasaan bersalah, frustasi, rendahnya prestasi, dan kesuraman pada siswa korban bullying.

Oleh karena itu, agar dampak yang ditimbulkan oleh bullying tidak semakin parah, maka dibutuhkan penanganan khusus dan cepat terhadap korban. Guru BK dapat mengupayakan untuk mengatasi masalah bullying yang terjadi pada korban. Guru BK dapat memberikan layanan konseling krisis sebagai upaya untuk membantu siswa dalam mengatasi dampak dari bullying. Terdapat berbagai variasi pendekatan dapat digunakan dalam pelaksanaan konseling krisis dapat misalnya pendekatan realita, pendekatan perilaku (behavioral), pendekatan SFBC, pendekatan person centered, pendekatan kognitif, dan sebagainya. Konseling krisis juga memiliki beberapa tahapan yaitu tahap awal, tahap transisi, tahap kerja, dan tahap terminasi. Dengan demikian, Penerapan konseling krisis tersebut sangat bermanfaat bagi siswa, dimana siswa berhasil melewati kondisi krisisnya sehingga tidak menimbulkan trauma yang mendalam.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Aulia, Syarifah N. 2022. Indonesia Peringkat Kelima Kasus Bullying pada Anak dan Remaja. Diakses pada tanggal 12 Desember  2022.

https://chatnews.id/read/indonesia- peringkat-kelima-kasus-bullying-pada- anak-dan-remaja


Bunu, H. Y. (2020). Peran Konseling dalam Mereduksi Traumatik pada Siswa yang Mengalami Bullying. Cendekia, 14(2), 93–109.

https://doi.org/10.30957/Cendekia.v14i2. 625.

Darmayanti, K. K. H., Kurniawati, F., & Situmorang, D. D. B. (2019). Bullying di Sekolah: Pengertian, Dampak, Pembagian dan Cara

Menanggulanginya. PEDAGOGIA, 17(1),

55-66.

Duffey, T., & Haberstroh, S. (2020). Introduction to Crisis and Trauma Counseling. American Counseling Association.

Fauziah, M., Dahlan, U. A., & Pendahuluan, A. (2017). Urgensi Konseling Krisis dalam Bimbingan dan Konseling. 320–325.

Kusmaryani, R. E., Fathiyah, K. N., & Sugiyanto. (2012). Konseling Krisis Sebagai Upaya Penanganan Masalah Psikologis Remaja Di Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Ke-48 Universitas Negeri Yogyakarta, 367–378.

Pemita, Desika. 2022. Bocah SD Dibully hingga Koma, Polisi Tangkap Pelaku yang Merupakan Kakak Kelas. Diakses pada tanggal 12 Desember 2022.

https://chatnews.id/read/bocah-sd- dibully-hingga-koma-polisi-tangkap- pelaku-yang-merupakan-kakak-kelas

Putra, Wisma. 2022. Kasus Bully Siswa di SMP Bandung, Polisis Periksa Sejumlah Saksi. Diakses pada tanggal 12 Desember 2022. https://www.detik.com/jabar/berita/d- 6414773/kasus-bully-siswa-di-smp- bandung-polisi-periksa-sejumlah-saksi

Putri, M.E. (2017). Konseling Krisis Dengan Pendekatan Konseling Realitas Untuk Menurunkan Kecemasan Anak Korban


Kekerasan Seksual. Proceedings| International Conference, pp. 93-

99. https://www.gci.or.id/proceedings/vie w_article/168/3/ascc-2017

Rahayu, S. M. (2017). Konseling Krisis: Sebuah Pendekatan dalam Mereduksi Masalah Traumatik pada Anak dan Remaja. Jurnal Pendidikan (Teori Dan Praktik), 2(1),     65.

https://doi.org/10.26740/jp.v2n1.p65-69 Sandoval, Jonathan. 2002. Handbook of Crisis

Counseling, Intervention, and Prevention in The Schools. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Santoso, A. (2018). Pendidikan Anti Bullying.

Majalah Ilmiah “Pelita Ilmu,” 1(2), 49–

57.

http://jurnal.stiapembangunanjember.ac.i d/index.php/pelitailmu/article

Tanjung, Chaidir A. 2017. Kakek: Siswi di Riau Bunuh Diri karena Diejek ‘Anak Orang Gila’. Diakses pada tanggal 12 Desember 2022.     https://news.detik.com/berita/d- 3581369/kakek-siswi-di-riau-bunuh-diri- karena-diejek-anak-orang-gila

Wiger, D. E., & Harowski, K. J. (2003). Essentials of Crisis Counseling and Intervention. John Wiley & Sons Inc.

Winkel, W. S. dan Sri Hastuti, M. M. (2006). Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Zuleyka, A., Adinti, A., & Azahra, D. N. (2021). Konseling Krisis dengan Tahap Pendekatan Konseling Realitas untuk Menangani Traumatik Remaja Akibat Bullying. Prosiding Seminar Nasional “Bimbingan Dan Konseling Islami,” 18–34. http://www.seminar.uad.ac.id/index.php/PSNB K/article/view/7790%0Ahttp://www.seminar.u ad.ac.id/index.php/PSNBK/article/viewFile/77 90/1615